Dugaan Pelanggaran Kode
Etik Advokat AL Dalam Kasus Asuransi
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum Ali Zubair Hasibuan menyoroti terkatung-katungnya persidangan kasus dugaan pemalsuan dokumen asuransi yang melibatkan advokat AL, karena alasan sakit.
Kasus
tersebut merupakan kembangan dari kasus lainnya yang melibatkan Budi Arman yang
telah berkekuatan hukum tetap dengan Putusan Pengadilan Nomor : 914/Pid.B./2018/PN.Jkt.Sel. Menariknya, dalam putusan
tersebut disebutkan digunakan dalam perkara terdakwa AL.
Pada
putusan tersebut disebutkan, dalam pengakuan saksi Melly Tanumihardja
menerangkan, AL memperbolehkan saksi menggunakan alamatnya untuk memalsukan KTP yang berada di kawasan
Tiga Raksa Tangerang.
“Yang
menjadi perhatian adalah, KTP palsu tersebut digunakan untuk membuat Polis
Asuransi. Ini merupakan kelalaian yang menyalahi Etika Advokat,” ujar Ali
Zubari dari Indonesia In Absentia Wacht, dalam keterangan resmi.
Menurut
Ali, pelanggaran etika profesi itu kemudian diperjelas, dengan mendukung dalam
proses mengklaim Polis Asuransi yang dibuat berdasarkan KTP palsu atas nama
palsu Budi Wijaya dan Melisa Wijaya.
Jika
seorang Advokat mengarahkan dan membantu orang lain, lanjut Ali, terlebih
memberikan perintah untuk membuang barang bukti dan melakukan perbuatan pidana
untuk kemudian menjadi kliennya, tentunya melanggar Kode Etik profesi dan izin
yang dimilikinya dapat dipertanyakan.
Di
mana profesi yang semestinya melindungi kepentingan hukum pencari keadilan yang
menjadi kliennya sendiri. Menurut Ali Zubair, dari rangkaian tersebut terlihat
peran AL sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 55 KUHP ayat (1) dan (2).
Sehinggga
ini sangat penting diungkap dalam persidangan untuk kepastian hukum dan
keadilan bagi para pencari keadilan dan informasi penipuan asuransi berkedok
nasabah asuransi. Rencana persidangan AL berikutnya tanggal 17 Juli di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan.
Tugas!
A. Pasal-pasal yang dapat didakwakan terhadap kasus
tersebut beserta alasannya
1. tindak
pidana di bidang Asuransi
Bahwa Ketentuan
tentang tindak pidana di bidang
Asuransi terdapat dalam pasal 73
Sampai dengan pasal 82,
Undang Undang No. 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian adalah sebagai berikut :
Pasal 73
a. Setiap
Orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi, usaha asuransi syariah, Usaha
Reasuransi, atau Usaha Reasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).
b. Setiap
Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang Asuransi atau Usaha Pialang
Reasuransi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
c. tiap
Orang yang menjalankan kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi tanpa izin
usaha sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal
74
a.
Anggota
direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan
anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas
syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain
dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengaja memberikan laporan, informasi,
data, dan/atau dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1) yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
b.
Anggota
direksi, anggota dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan
anggota dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas
syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain
dari Perusahaan Perasuransian yang dengan sengaja memberikan informasi, data,
dan/atau dokumen kepada pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 ayat (4) dan Pasal 46 ayat (2) yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Pasal 75
Setiap
Orang yang dengan sengaja tidak memberikan informasi atau memberikan informasi
yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan kepada Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 76
Setiap
Orang yang menggelapkan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (5) dan Pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
Pasal 77
Setiap
Orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau
menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset
atau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2) tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah).
Pasal 78
Setiap
Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan pidana denda
paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 79
Anggota
direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis baru dari Perusahaan Asuransi
atau Perusahaan Asuransi Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
Pasal 80
Setiap
Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang
menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada
pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya
berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
miliar rupiah).
Pasal 81
a.
Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, Pasal 75, Pasal 76, Pasal
77, Pasal 78, atau Pasal 80 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan
terhadap korporasi, Pengendali, dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas
nama korporasi.
b.
Pidana
dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana:
1.
dilakukan
atau diperintahkan oleh Pengendali dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan
atas nama korporasi;
2.
dilakukan
dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi;
3.
dilakukan
sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
4.
dilakukan
dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi.
Pasal 82
Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi
adalah pidana denda paling banyak Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar
rupiah}.
Bahwa industry
asuransi hampir seluruhnya
berdasarkan nilai saving atau nilai anuitas yang terhitung sejak Nasabah
mengikuti program atau produk asuransi,
sehingga dalam waktu tertentu , setiap Polisnya telah memiliki
Nilai Tunai yang dijadikan dasar perhitungan (aktuaria) terhadap resiko pembayaran klaim Jika terjadi resiko yang
telah diperjanjikan dalam Perjanjian
Asuransi (Polis), dengan sejumlah variasi yang ditentukan semacam
rasio (index) yang berlaku bagi calon Tertanggung yang hidup terlama
berbanding dengan Tertanggung yang berusia singkat, berikut perbandingan antara
premi yang terhimpun dengan klaim pembayaran resiko yang akan dibayarkan oleh
perusahaan asuransi.
2. “turut
serta” melakukan kejahatan
Pasal 55
KUHP Ayat 1 dan 2 sebagai
berikut:
1.
Dipidana
sebagai pelaku tindak pidana:
a.
yang
melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
b.
mereka
yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.
2.
Terhadap
penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan,
beserta akibat-akibatnya.
B. Alasan pemicu kasus tersebut
1.
Pada putusan tersebut disebutkan, dalam pengakuan
saksi Melly Tanumihardja menerangkan, AL memperbolehkan saksi menggunakan
alamatnya untuk memalsukan KTP yang
berada di kawasan Tiga Raksa Tangerang. “Yang menjadi perhatian adalah, KTP
palsu tersebut digunakan untuk membuat Polis Asuransi. Ini merupakan kelalaian
yang menyalahi Etika Advokat,” ujar Ali Zubari dari Indonesia In Absentia
Wacht, dalam keterangan resmi.
2.
Jika seorang Advokat mengarahkan dan membantu orang
lain, lanjut Ali, terlebih memberikan perintah untuk membuang barang bukti dan
melakukan perbuatan pidana untuk kemudian menjadi kliennya, tentunya melanggar
Kode Etik profesi dan izin yang dimilikinya dapat dipertanyakan. Di mana
profesi yang semestinya melindungi kepentingan hukum pencari keadilan yang
menjadi kliennya sendiri.
Sumber : (Sabtu, 13 Juli 2019 – 12:00 WIB). Dugaan Pelanggaran Kode Etik Advokat AL Dalam Kasus Asuransi. Dikutip 4 November 2019 dari jpnn: https://www.jpnn.com/news/dugaan-pelanggaran-kode-etik-advokat-al-dalam-kasus-asuransi
Oke gan
BalasHapuskomen lek dan ser gan
Hapus